Sumbar | Bencana galodo dan tanah longsor yang melanda Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam, bukan sekadar peristiwa alam. Ia adalah ujian berlapis: bagi ketahanan infrastruktur, kesiapsiagaan negara, dan daya tahan psikologis warga yang hidup di kawasan perbukitan rawan bencana. Di tengah keterisolasian wilayah dan ancaman longsor susulan, kehadiran aparat negara menjadi penentu antara putus harapan dan bangkitnya kembali kehidupan.
Investigasi di lapangan menunjukkan, salah satu dampak paling krusial dari bencana ini adalah terputusnya akses transportasi antarnagari. Jalan utama amblas, jembatan rusak, dan tumpukan material galodo memutus urat nadi ekonomi serta distribusi bantuan. Kondisi ini membuat sebagian warga terjebak dalam isolasi, sementara laporan warga hilang menambah beban psikologis masyarakat.
Pada Selasa (16/12/2025), Satuan Brimob Polda Sumatera Barat melalui Batalyon B Pelopor menurunkan 26 personel ke Malalak. Dipimpin Ps. Pasi Min Batalyon B Pelopor, Ipda Dedi Yendri, operasi difokuskan pada dua titik rawan: Nagari Sikuaie (Malalak Selatan) dan Nagari Toboh (Malalak Timur). Dua wilayah ini menjadi potret paling nyata dari dampak bencana—jalan terputus, rumah tertimbun, dan aktivitas warga lumpuh total.
Sejak pukul 08.30 WIB, personel Brimob langsung membangun jembatan darurat di Nagari Sikuaie. Jembatan ini bukan sekadar konstruksi sementara, melainkan simbol kembalinya konektivitas sosial dan ekonomi warga. Dari jembatan inilah bantuan logistik mulai mengalir, akses kesehatan terbuka, dan mobilitas warga kembali bergerak meski masih dalam keterbatasan.
Sementara itu, tim lain bergerak ke Nagari Toboh untuk membersihkan material longsor dan galodo yang menimbun badan jalan serta pemukiman. Proses ini berlangsung dalam kondisi berisiko tinggi, mengingat cuaca yang belum stabil dan struktur tanah yang masih labil. Namun, kerja kolektif dan disiplin lapangan membuat jalan utama Nagari Toboh akhirnya dapat dilalui kembali oleh kendaraan roda dua dan roda empat.
Dampak langsung dari terbukanya akses jalan ini terlihat jelas. Warga yang sebelumnya bertahan di posko pengungsian mulai kembali ke rumah mereka. Aktivitas ekonomi perlahan bergerak, meski diiringi rasa waspada. Dalam konteks kebencanaan, kembalinya warga ke rumah bukan sekadar soal tempat tinggal, tetapi juga pemulihan martabat dan rasa aman.
Namun, pemulihan fisik bukan satu-satunya fokus operasi. Misi paling krusial dan sensitif adalah pencarian warga yang dilaporkan hilang. Investigasi di lapangan mencatat, personel Brimob bersama unsur terkait menggunakan alat berat untuk menyisir tumpukan material di Nagari Toboh—area yang diduga menjadi lokasi tertimbunnya korban. Setiap penggalian dilakukan dengan pendekatan kehati-hatian tinggi, mengingat potensi longsor susulan.
Komandan Satuan Brimob Polda Sumbar, Kombes Pol Lukman Syafri Dandel Malik, menegaskan bahwa operasi di Malalak merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam situasi krisis. Menurutnya, tugas Brimob tidak berhenti pada pembukaan jalan, tetapi juga memastikan rasa aman dan kepastian bagi masyarakat terdampak.
“Prioritas kami adalah membuka akses agar bantuan logistik tidak terhambat, serta memberikan pelayanan maksimal dalam pencarian korban. Personel Batalyon B Pelopor akan tetap bersiaga di Posko SAR Malalak untuk memantau situasi dan melanjutkan proses pencarian,” tegasnya.
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Susmelawati Rosya, menambahkan bahwa keberhasilan membuka kembali akses jalan memiliki dampak strategis bagi pemulihan sosial dan ekonomi masyarakat. Namun, ia juga mengingatkan bahwa fase tanggap darurat belum sepenuhnya berakhir.
“Terbukanya akses jalan di Nagari Toboh sangat krusial, tetapi masyarakat tetap harus waspada. Cuaca di kawasan perbukitan Malalak masih fluktuatif dan berpotensi memicu longsor susulan,” ujarnya.
Dari hasil penelusuran, operasi Brimob di Malalak memperlihatkan pergeseran peran kepolisian dalam konteks kebencanaan. Polisi tidak hanya hadir sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai pelayan kemanusiaan—membangun, membersihkan, mencari, dan memastikan masyarakat tidak sendirian menghadapi bencana.
Catatan Redaksi
Peristiwa Malalak menegaskan bahwa dalam situasi darurat, peran Polri—khususnya Brimob—melampaui fungsi keamanan semata.
Polisi hadir sebagai jembatan antara negara dan warga, antara keterisolasian dan harapan. Namun, bencana juga menjadi pengingat pentingnya mitigasi, penataan wilayah rawan, serta edukasi kebencanaan yang berkelanjutan.
Sinergi aparat, pemerintah daerah, dan masyarakat adalah kunci agar tragedi serupa tidak terus berulang dengan korban yang sama: rakyat kecil.
TIM RMO














