PADANG | Suasana Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat pada Senin, 1 Desember 2025, terasa lebih hangat dan bermakna dari biasanya. Untuk pertama kalinya, Kejati Sumbar bersama Pemerintah Provinsi Sumbar menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) terkait pelaksanaan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana. Langkah ini menjadi bagian penting dari persiapan menyambut pemberlakuan penuh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP pada tahun 2026.
Penandatanganan PKS ini menandai perubahan paradigma penegakan hukum di Sumatera Barat. Jika selama ini pemidanaan identik dengan pemenjaraan, maka pidana kerja sosial hadir sebagai alternatif yang lebih humanis dan solutif. Pendekatan ini memberikan ruang pembinaan yang lebih membumi, tanpa harus memisahkan pelaku dari komunitas sosialnya.
Kepala Kejati Sumbar, Muhibuddin, S.H., M.H., hadir langsung memimpin kegiatan. Dengan didampingi Wakajati dan jajaran Asisten, Muhibuddin menegaskan bahwa kerja sama tersebut akan menjadi fondasi penting dalam reformasi hukum di Sumatera Barat. Ia menilai pidana kerja sosial adalah wujud nyata bahwa keadilan tidak melulu diukur dari seberapa lama seseorang berada dalam jeruji besi, tetapi dari kemampuan membangun kembali harmoni sosial.
Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi, S.P., ikut hadir dengan jajaran lengkap mulai dari Sekdaprov hingga para Kepala OPD. Kehadiran unsur pemerintah daerah mempertegas bahwa pelaksanaan pidana kerja sosial membutuhkan dukungan lintas sektor, khususnya dalam penyediaan sarana, lokasi, hingga mekanisme teknis pelaksanaan di lapangan.
Turut hadir pula Direktur B pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Zulfikar Tanjung, S.H., M.H., yang memberikan sambutan mewakili Jampidum. Ia menekankan bahwa pidana kerja sosial merupakan bentuk perubahan pola pikir dalam pemidanaan, di mana pelaku diberi kesempatan untuk memperbaiki diri melalui kontribusi nyata kepada masyarakat.
Kegiatan penandatanganan tidak hanya berlangsung secara luring. Secara serentak, jajaran Kejaksaan Negeri se-Sumatera Barat bersama pemerintah kabupaten/kota turut menandatangani PKS serupa melalui jaringan daring. Hal ini menunjukkan bahwa kesiapan penerapan pidana kerja sosial dibangun secara sistematis dari tingkat provinsi hingga daerah.
Dalam rancangan PKS, pelaksanaan pidana kerja sosial akan diarahkan pada kegiatan layanan publik, pemeliharaan fasilitas umum, hingga aktivitas sosial yang bermanfaat bagi lingkungan. Setiap tahapan pelaksanaan akan diawasi secara berlapis oleh Kejaksaan dan Pemerintah Daerah agar proses pembinaan berjalan efektif dan sesuai tujuan KUHP baru.
Bagi Pemerintah Daerah, kebijakan ini membawa manfaat tersendiri. Selain meringankan beban lembaga pemasyarakatan, model pemidanaan ini dapat menghadirkan tenaga tambahan untuk berbagai kegiatan sosial dan pelayanan publik. Di sisi lain, masyarakat dapat melihat langsung bagaimana pemidanaan dapat diorientasikan pada pemulihan.
Bagi Kejati Sumbar, kerja sama ini adalah langkah maju menuju pelaksanaan keadilan restoratif yang lebih konkret. Pidana kerja sosial dinilai mampu menempatkan pelaku sebagai individu yang perlu dibina dan dikembalikan ke masyarakat, bukan sekadar dihukum.
Melalui koordinasi yang kuat, Kejati dan Pemprov Sumbar menyatakan kesiapan penuh menyongsong implementasi KUHP baru pada 2026. Regulasi daerah, fasilitas pendukung, dan mekanisme pengawasan menjadi prioritas yang segera dirampungkan setelah penandatanganan PKS.
Dengan terjalinnya kerja sama ini, diharapkan Sumatera Barat dapat menjadi daerah percontohan nasional dalam penerapan pemidanaan modern. Masyarakat pun diharapkan ikut melihat bahwa hukum kini hadir dengan wajah yang lebih humanis, inklusif, dan dekat dengan nilai-nilai sosial.
Pada akhirnya, penandatanganan PKS ini bukan hanya rangkaian seremonial, tetapi langkah nyata menuju pembaruan hukum yang lebih berpihak pada pemulihan sosial. Sumatera Barat kini bergerak memasuki babak baru penegakan hukum yang menempatkan kemanusiaan sebagai pusatnya.
Catatan Redaksi:
Naskah ini disusun untuk menggambarkan arah baru penegakan hukum di Sumatera Barat melalui penerapan pidana kerja sosial sebagai bagian dari pembaruan KUHP. Redaksi menekankan pentingnya kolaborasi antara aparat penegak hukum dan pemerintah daerah dalam memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar berjalan efektif di lapangan.
TIM RMO














